Monday 25 April 2016

Bukan Segalanya

“Naya, aku jadian sama Riko,” ucap Mira kegirangan.
Mira adalah sahabatku dari kecil, kami selalu bersama-sama ke mana pun. Kami juga aktivis pengajian. Di usianya yang remaja ini Mira mulai jatuh cinta pada seorang laki-laki yang bernama Riko. Dia adalah kakak kelas kami, Mira sangat tergila-gila padanya.
“Aku ikut senang, Mir. Tapi ingat! Pacar bukan segalanya,” ucapku menasihati Mira, Mira mengangguk.
Sudah hampir 2 minggu aku tak bertemu dengan Mira. Ya, kami sedang libur semester sekarang selama kurang lebih tiga minggu. Biasanya setiap hari jumat kami datang ke pengajian bersama-sama. Tapi entah kenapa sudah dua minggu ini Mira tidak datang. Aku coba menghubungi ponselnya, tapi selalu tidak aktif. Mungkin dia sudah berganti kartu. Sore ini, aku jalan-jalan ke taman komplek sendirian. Ya, karena sampai saat ini Mira belum ada kabar. Saat aku duduk di bangku taman sambil membaca novel penulis favoritku aku melihat seorang berjalan sendirian sambil fokus terhadap ponselnya. Aku amati gadis itu, dan ternyata, Mira! Aku segera menghampirinya.
“Mira?” panggilku sambil mendekati gadis itu, lalu ia menoleh.
“Oh, hai Nay. Aku kangen sama kamu,” jawabnya dengan wajah yang sangat bahagia.
“Mira kamu kenapa tidak pakai jilbab?” tanyaku dengan rasa tak percaya.
Aku sangat kaget melihat Mira tidak mengenakan jilbabnya. Padahal kami dulu selalu menutup aurat. Tapi kenapa kini ia melepasnya?
“Sudahlah Nay, aku tidak mau membicarakan itu. Lagi pula tidak berjilbab aku cantik kan?”
“Mira, ini bukan soal cantik atau tidaknya. Tapi berjilbab kan kewajiban seorang muslimah. Kenapa kamu melepas jilbabmu, Mir?” tanyaku kembali.
“Riko tidak suka kalau aku pakai jilbab.” Ucapnya pelan.
“Apa? Jadi semua ini karena Riko? Kamu rela melepas jilbabmu hanya karena dia? Nay, aku kan sudah bilang kalau pacar itu..” ucapanku terpotong.
“Bukan segalanya? Iya kan kamu mau bilang begitu? Tapi bagiku Riko itu segalanya Nay. Aku sangat menyayangi dia, dia juga sangat menyayangiku,” ucapnya dengan sedikit nada tinggi.
“Tapi Mira, aku ini teman kamu. Aku ingin kamu kembali seperti dulu mengenakan jilbab. Riko memang mungkin menyayangimu. Tapi belum tentu dia yang akan menjadi suamimu. Jangan terlalu percaya pada janji laki-laki Mira.” Ucapku panjang lebar.
“Kamu kenapa sih gak suka aku bahagia, Nay? Oh iya aku tahu, kamu juga suka kan sama Riko? Iya kan? Kalu kamu teman aku, kamu pasti bakal senang aku bahagia. Kamu bukan teman aku Nay,” ucapnya membentakku.
Astagfirullah, baru kali ini aku melihat Mira berbicara dengan nada setinggi itu padaku. Tak ku sangka dia berubah begitu saja. Aku sangat sedih Mira berbicara seperti itu. Sore itu langit berubah menjadi mendung, seakan tahu apa yang ku rasakan saat ini. Masa masa sekolah telah kembali, aku berangkat sekolah dengan penuh harapan kalau Mira akan berubah seperti dulu. Tapi nyatanya, harapanku hanyalah angan-angan. Mira masih cuek padaku, bahkan kami yang tadinya duduk sebangku, kini berpisah. Tak jarang jika jam istirahat aku melihat Mira dan kak Riko makan di kantin berdua. Padahal tadinya, jika jam istirahat aku yang makan bersama Mira. Saat pulang sekolah, Mira diantar oleh kak Riko. Dan aku hanya berjalan kaki sendirian. “Kamu berubah Mir.” lirihku.
Minggu ini, aku habiskan untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Biasanya hari minggu aku dan Mira selalu jalan-jalan ke tempat-tempat baru. Tapi mungkin sekarang dia sedang menghabiskan waktu bersama kak Riko. Tak lama aku mengerjakan tugasku tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarku. Aku segera membukanya. Dan aku sangat terkejut bahwa yang membuka pintu itu adalah Mira dengan pipi yang basah oleh air mata.
“Mira, kamu kenapa nangis Mir?” tanyaku khawatir, Mira memelukku dan menumpahkan tangisannya di pelukanku. Aku menyuruhnya duduk di kursi dan aku membawakan segelas air putih. “Ayo ceritakan ada apa denganmu?” tanyaku baik-baik. Mira mulai mengatur napasnya.
“Riko selingkuh Nay, dia jalan dengan gadis lain.” Ucapnya dengan ai mata yang masih mengalir.
“Mungkin itu saudara atau temannya, Mir? Coba kamu tanya dulu.”
“Aku lihat dia bergandengan dengan gadis itu, Nay. Aku tanya dia, dan ternyata gadis itu pacarnya Riko. Dia selngkuh Nay.” Ucapnya sambil berhambur memelukku kembali, aku sangat bingung harus menjawab apa.
“Aku bodoh Nay, aku terlalu percaya omongan dia dibandingkan kamu. Maafkan aku Nay, aku sudah membentak kamu. Aku sangat menyesal Nay. Aku juga menyesal karena telah melepas jilbabku.” Mira berbicara dengan sesenggukan.
“Sudah Mir, jangan seperti itu. Kamu tidak bodoh, hanya saja kamu belum menyadari. Aku sudah memaafkanmu Mir.” Ucapku, Mira menatapku.
“Terima kasih Nay. Kamu memang sahabat terbaik yang pernah aku miliki,” ia tersenyum dan aku juga tersenyum.
Dan sekarang, Mira telah memakai jilbabnya kembali dan rutin mengikuti pengajian bersamaku. Di sekolah, kami juga duduk sebangku kembali. Mira juga tidak mau pacaran lagi. Kini ia juga percaya, kalau pacar bukanlah segalanya. Karena ada yang lebih penting dan sangat penting yaitu masa depan kita. Semoga persahabatan kita diberkahi oleh Allah, Mir. Amin.

Kado Istimewa



Sejak dulu aku telah berjanji suatu saat aku akan menghadiri pernikahan sahabat SMP-ku dulu Rizal. Aku yakin Rizal masih mengingatku sebagai sahabatnya 20 tahun yang lalu, meskipun dia sekarang sudah menjadi orang yang sukses dan kaya raya. Tapi dia adalah sahabatku dan aku yakin akan terus begitu. Meskipun sejak kami lulus SMP kami belum bertemu lagi sampai sekarang. Aku menelepon adik iparku untuk mencari tahu kapan pelaksanaan resepsi pernikahan Rizal.
“Halo… Bayu, kapan resepsi pernikahan Rizal?”
“Kalau nggak salah dengar minggu depan Kak Ranti,”
“Kok, kalau nggak salah dengar, kamu kan kerja di kantornya masa kamu nggak tahu. Oh iya, kamu dapet undangannya nggak?”
“Belum Kak, kayaknya undangannya belum disebar,”
“Ya sudah, kalau ada berita lagi tolong hubungi aku ya,”
“Iya Kak.”
Ckklik. Setiap hari aku memikirkan tentang pernikahan sahabatku itu. Rasanya aku senang sekali, kami akan bertemu lagi melepas rindu ngobrol bersama dengan Rizal dan istrinya. Entah apa yang membuatku sangat bahagia.
-3 hari
“Ya, halo?”
“Halo Kak, pernikahan Mas Rizal tanggal 18,”
“Oh, iya iya, sekarang tanggal berapa ya?”
“15 Kak,”
“Kok mendadak banget kamu ngasih tahu aku?”
“Iya Kak, baru tadi pagi saya dapat undangannya,”
“Baiklah, besok aku akan ke rumahmu,”
“Iya Kak, naik kereta aja biar cepat,”
“Iya iya, makasihya Bayu,”
“Iya Kak, sama sama.”
Malam ini aku langsung bersiap-siap untuk menuju rumah adikku besok pagi. Aku menunggu kedatangan kereta api yang menuju kota adikku.
“Assalamualaikum,” Sesampainya aku di rumah adikku.
“Waalaikiumsalam, Kak udah sampai? Kenapa nggak telepon, nanti kan mas Bayu bisa jemput Kakak,”
“Nggak usah lah Dewi, nanti tambah ngerepotin,”
“Ya udah masuk Kak.” aku masuk ke rumah adikku yang bisa dibilang lumayan besar.
“Loh, Kak Ranti kok sudah sampai?” Tanya Bayu.
“Alhamdulillah,”
“Kok nggak telepon saya, nantikan bisa saya jemput,”
“Nggak apa-apa, eh aku lihat undangan resepsi pernikahan Rizal dong,”
“Ini.” Kata Bayu sambil tersenyum kecut.
Sepanjang hari aku berpikir apa yang bisa aku berikan kepada Rizal di hari pernikahannya besok, aku terus memutar otakku untuk mengingat apa yang sangat Rizal sukai. Ya, sekarang aku ingat Rizal sangat menyukai kue lapis buatanku 20 tahun yang lalu.
“Kak apakah Kakak yakin akan datang ke resepsi pernikahan Mas Rizal?”
“Iya lah Dewi, memangnya kenapa?”
“Semua orang pasti berubah kan apa lagi dalam jangka waktu 20 tahun?”
“Maksud kamu Rizal? Tapi dia sahabatku Wi,”
“Tapi sepertinya kita tidak bisa terlalu berharap Mas Rizal masih mengingat Kakak,”
“Aku yakin dia tidak berubah,”
“Ya sudahlah.”
Aku mempersiapkan bahan-bahan untuk membuat kue lapis yang akan ku berikan kepada Rizal. Ya, hari ini aku sangatlah senang karena hari ini adalah hari pernikahan sahabatku Rizal. Hadiah yang kemarin aku persiapkan aku masukkan ke kotak kue dan aku bungkus dengan sangat rapi, tak lupa sebelum aku bungkus aku beri kertas yang bertuliskan Ranti, aku berharap saat Rizal membuka kado ini dia akan mengingatku, sahabat SMP-nya dulu. Aku datang ke resepsi pernikahan Rizal bersama Dewi dan Bayu.
“Maaf Mbak, kadonya bisa dititipkan kepada saya,”
“Oh iya Mbak, tapi tolong naruhnya jangan sampai terbalik nanti isinya bisa rusak,”
“Baik Mbak, terima kasih, silahkan masuk.”
Acaranya belum dimulai tapi jantungku sudah sangat berdebar, menandakan sangat senangnya aku. Akhirnya setelah menunggu acaranya pun dimulai. Dan di penghujung acara para tamu dipersilahkan memberi ucapan selamat kepada pengantin. Inilah yang aku tunggu-tunggu hatiku berdebar sangatlah cepat aku, aku berdiri di antara orang-orang yang berbaris rapi untuk memberi selamat kepada pengantin. Dan sampailah pada giliranku untuk memberi selamat kepada pengantin. Pertama aku memberi selamat kepada ayah dan ibu Rizal.
“Selamat ya om. Saya Ranti om masih ingat?”
“Ya, ya terima kasih..”
Dan akhirnya ini adalah kesempatanku memberi selamat kepada Rizal.
“Rizal, selamat ya ini aku Ranti, kamu masih ingat aku kan?”
“Iya iya terima kasih”
“Aku sahabat kamu waktu SMP. Ya ampun aku seneng banget waktu dengar kamu mau menikah,”
“Iya iya terima kasih,”
“Kita bisa kan nanti ngobrol-ngobrol lagi?”
“Baik, baik,”
“Sekali lagi selamat ya Rizal,”
“Iya terima kasih.”
Aku pun beranjak pergi setelah selesai memberi ucapan selamat, karena orang-orang yang antre untuk memberi ucapan selamat mulai resah karena antrean berhenti.
-7 hari
“Hai… Rizal lagi buka-buka kado pernikahan nih ya?”
“Iya nih bro, bantuin dong,”
“Yang penting ada imbalan dong?”
“Gampang ambil aja,”
“Sip… Kunci mobil ada nggak?”
“Ada 5,”
“Amplop, amplop,”
“Langsung transfer.”
“Wlllekkkk…. Bau apaan nih lo nyimpan bangkai ya?”
“Enak aja lo ngomong ya nggak lah,”
“Baunya dari kado ini nih. Kayaknya udah busuk deh isinya,” Kata teman Rizal sambil mengangkat sebuah kado.
“Coba lo buka,”
“Ada namanya Rraan-rani-ratti siapa sih udah rusak tulisannya nggak bisa dibaca,”
“Bii. Bi.. Bi Ati cepat sini,”
“I-iya den Rizal ada apa?”
“Lama amat sih? Nih,” Rizal sambil memberikan kado yang berbau busuk tadi.
“Mau disimpan di mana den?”
“Simpan, buang!!”
“Baik den.”

Cinta Tak Berestu

Pada tanggal 27 Desember 2015, aku dijemput oleh teman gerejaku, sebenarnya aku belum terlalu kenal sih dia itu siapa, walau aku sering lihat dia. Nah karena ada ibadah di gerejaku mama aku meminta tolong kepadanya untuk menjemput ku, tanpa sepengetahuanku ternyata mamaku memberi nomor teleponku ke dia. Setelah dia menjemput dan membawaku ke gereja, malamnya dia sms aku.
“Hai Marcella, ini aku Edward salam kenal ya,” sms yang masuk ke hpku.
“Hai juga, oh iya salam kenal juga ya.” balasanku.
Dan dari situ akhirnya pun kami menjadi lebih dekat, walau kami tidak pacaran tetapi kita sama-sama mempunyai rasa sayang dan cinta. Sebenarnya aku memang belum boleh pacaran sama orangtuaku, dan aku dengan Edward pun tidak ada status pacaran, kami hanya mengikuti waktu yang terus berjalan sampai akhirnya pun mama dan ayahnya setuju dengan hubungan kita berdua. Keesokan harinya aku bermain di rumahnya, dengan dia dan adiknya, tiba-tiba mamanya pun memanggilku dan berbicara serius tentang hubungan aku dengan Edward.
“Cella, Tante mau ngomong sama kamu,” ucap mamanya.
“Iya Tante ada apa?” tanyaku.
“Cella serius sama Edward kan?” tanyanya.
“Iya Tante serius, emang ada apa ya?” tanyaku yang mulai penasaran.
“Gak apa-apa Tante cuma mau usulin gimana kalau bulan depan Cella dan Edward tunangan?” jawabnya.
“Hah.., bulan depan Tante?” aku pun menjadi kaget.
Karena ucapan mamanya yang bilang untuk aku dan Edward tunangan itu menjadi masalah besar untukku, karena aku belum boleh pacaran. Pacaran aja belum boleh apalagi tunangan? Aku pun bicara tentang masalah ini kepada orangtuaku, dan itu semua ditolak mentah-mentah oleh mamaku, karena aku anak satu-satunya mamaku tidak mau aku cepat-cepat untuk mengambil keputusan apalagi untuk masa depanku. Dan aku bercerita kepada Edward tentang tolakan yang mamaku lontarkan kepadaku, Edward pun bercerita kepada orangtuanya. Dan seketika orangtuannya pun berubah pikiran yang tadinya sangat setuju atas hubungan kami sekarang ikutan tidak setuju dan melarang kami berdekatan lagi. Semua hanya karena kehalang oleh restu dari orangtua kami, lalu kami mau berusaha sekuat apa pun kalau tidak diberi restu itu semua akan percuma dan sia-sia, kami pun memutuskan untuk menjalani hidup kami masing-masing seperti dulu.

Semua ada Hikmanya (Cerpen)



Hari ini adalah hari terburuku aku merasakan betapa hancurnya hati ini, “Cukup” sudahin rasa sakit ini aku sudah tak mampu untuk menahannya. Baru saja aku membuka hati ini untuk mencintai seseorang lagi tapi sebentar saja hati ini menjadi sakit dan tertutup lagi, “Sungguh” aku tidak akan mencintai atau membuka pintu hatiku.
2 minggu yang lalu kau datang menghiasi hidupku, aku mulai mengenalmu lewat dari aku sosial line. Kita mulai chattingan dari pagi sampai malam. Sampai akhirnya kita memutuskan untuk bertemu. Di saat kita ingin bertemu sungguh hati ini sangat begitu senang dan gembira momen ini adalah momen yang paling ku tunggu-tunggu. Jam sudah menunjukkan pukul 19.00 aku bersiap-siap untuk bertemu denganmu. Aku memakai baju kemeja dan celana jeans aku sudah nggak sabar ingin bertemu denganmu. Namaku Hasanudin nama yang sangat lucu bukan. Semuanya sudah siap, aku pun sudah wangi saatnya aku menghidupkan motor mioku.
“Line (nada dering line)” hpku bergetar sepertinya ada yang mengeline-ku. Ku ambil hp dari saku celanaku dan ku lihat ternyata itu dari dia isi line-nya.
“Udin aku udah siap nih, kamu udah di mana?”
Lalu ku balas, “Iya ini mau otw ke rumahmu.” ku hidupin motorku dan ku gas dengan kencang agar aku lebih cepet ke rumahnya untuk menjemputnya. 15 menit kemudian. Akhirnya aku sampai juga ke rumahnya, aku tahu rumahnya karena sekolahanku dulu di daerah ini makanya alamat jalan rumahnya sudah tak asing lagi bagiku.
“Permisi assalamualaikum,” ku ketuk pintunya, “Tok, tok, tok,” ku dengar suara langkah seseorang dari dalam untuk membuka pintunya. “Ceklek” suara pintu terbuka. Aku bergetar, bibirku kaku untuk mengomong baru kali ini, iya baru kali ini aku melihat bidadari dialah wanita paling cantik di dunia ini sungguh aku makin jatuh cinta denganmu.
“Udin ya?” suaranya yang lembut menggangu lamunanku,
“Iya aku Udin,” sambil menjabat tangannya.
“Bentar ya Din aku izin ke Mama dulu, Mama Risa berangkat dulu ya Ma,”
“Iya Risa hati-hati di jalan ya.”
“Ayo Din kita pergi,”
“Bentar Risa aku mau izin ke Mama dulu tak sopan jika aku tak izin dengan beliau soalnya aku membawa anak gadisnya jalan.”
“Permisi Ibu saya Udin Bu temannya Risa hari ini saya izin ke luar sama Risanya ya Bu.”
“Oh ya Nak pergi aja Nak tadi Risa sudah bilang kok sama Ibu, pulangnya jangan malam-malam ya Nak sekitar jam 10 harus udah di rumah,”
“Oke Bu pasti saya tepat waktu Bu jam 10 Risa udah ada di rumah ini Bu,”
“Oke hati-hati ya Din,”
“Iya Bu.” sambil mencium tangan ibunda Risa.
Aku menghidupkan motorku lalu Risa menaikinya. “Udin kita mau pergi ke mana?”
“Udah kamu ikut aja Risa aku yakin kamu bakalan senang nanti.”
“Oke deh aku ikut aja,” aku melaju dengan cepat, Risa lalu memelukku. “Udin jangan bawa kencang-kencang aku takut.” dengan suara merengeknya.
“Iya, iya aku pelan nih tapi jangan lepasin pelukan kamu ya,”
“Dasar genit.” pelukannya pun makin erat kepadaku. Aku memarkirkan motorku.
“Risa kita udah sampai.” sambil memegang tangannya aku membawanya pergi ke tempat danau yang dihiasin padang rumput.
Ada satu pohon besar di mana kami duduk berdua di situ dan ditambah lagi malam ini adalah malam gerhana bulan darah. Risa hanya bisa terdiam lalu dia memegang tanganku dengan erat. “Udin indah sekali tempat ini.” dia pun meneteskan air matanya lalu memelukku. “Udin tempat ini sungguh indah.” Waktu aku dipeluknya sungguh adem rasa hati ini kami duduk di bawah pohon yang rindang itu dan sambil melihat pemandangan indah di depan mata kami. Dia lalu menyandarkan kepalanya di bahuku. Sungguh malam itu adalah malam yang paling indah bagiku dan aku tak akan pernah melupakanya.
Tanggal ini adalah tanggal tunangan Risa bersama kekasihnya. Ternyata Risa sudah punya kekasih dan dia berbohong kepadaku. Dia sungguh wanita yang sangat jahat bagiku kenapa dia membohongiku dia berkata kalau dia belum punya pacar. Dan aku merasakan kalau dia mencintaiku saat dia menyandarkan kepalanya dan memelukku waktu kami di danau tersebut. Tapi buat aku memikirkannya lagi sekarang dia sudah milik orang lain dan aku mengambil banyak pelajaran dari hal ini. Jangan pernah terlalu berharap dan percaya kepada orang yang baru dikenal, terkadang wajah dan sifat bisa menipu dan kita tidak tahu apa yang direncanakan seseorang kepada kita.

Harmoni Cinta



Harmoni Cinta
Mulai memainkan not-not rindu,
Pada dawai senyum manismu,
Adakah kau lantunkan untukku ?
Sebaris bait “aku mencintaimu” ?
Harmoni yang tercipta, …
Diantara Cinta yang sudah ada ..... dalam hati ....